Gambar: https://tugassekolah.co.id |
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara
Indonesia ini memang terbentuk melalui proses panjang atas dasar kesepakatan
dan kesadaran nasionalisme para pemuda dan terpelajar saat itu. Mereka tidak
hanya berasal dari satu suku bangsa, akan tetapi mereka berasal dari suku-suku
bangsa yang ada di Hindia-Belanda pada waktu itu. Begitu pula dalam hal
keyakinan mereka sadar bahwa mereka memang berbeda, akan tetapi mereka yakin,
bahwa mereka mempunyai tujuan yang mulia, yaitu mencapai Indonesia sebagai
negara merdeka dan berdaulat.
Bagi pemuda-pemuda
saat itu perbedaan pendapat adalah hal yang biasa, bukan untuk dipertentangkan
dan dipermasalahkan. Catatan sejarah menunjukkan, bahwa pada awal abad ke-20
keindonesiaan digagas oleh kalangan pemuda terpelajar. Pada tahun 1922, De
Indishe Vereeninging, yaitu suatu perkumpulan mahasiswa Hindia (nama sebelum
menjadi Indonesia) yang berada di negeri Belanda, nama itu kemudian berubah
menjadi Indonesische Vereeninging. Ketika nama Indonesia itu digunakan oleh
para kaum muda terpelajar Hindia yang sedang belajar di negeri Belanda konsep
Indonesia menjadi sebuah konsep politik. Maka, organisasi yang mulanya
merupakan perkumpulan sosial kemahasiswaan berubah menjadi organisasi yang
memperlihatkan kecenderungan politik. Jadi penggunaan nama Indonesia bukan
hanya sekedar didasarkan atas kondisi geografis dan antropologis saja. Pada
tahun 1923, perkumpulan itu berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).
Jelaslah bahwa keinginan kuat para pelajar itu untuk menampilkan diri sebagai
kekuatan nasionalisme Indonesia. Kenyataan itu menunjukkan hasrat kuat para
pemuda itu untuk memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia yang
demokratis. Begitu pula dengan majalah organisasi itu juga diubah namanya dari
Hindia Poetera menjadi Indonesia Merdeka.
Sementara
itu, pemuda terpelajar di Indonesia menyebarkan paham kebangsaan, mereka
mengekspresikan melalui berbagai cara, antara lain melalui surat kabar, karya
sastra, rapat umum, lagu-lagu, serikat buruh, maupun perlawanan terhadap kolonialisme.
B. Tujuan
Adapun
maksud tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah agar kita tahu sejarah perjuangan bangsa Indonesia
ini, dan mengetahui bagaimana organisasi-organisasi pemuda pada zaman belanda
bangkit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menganalisis Tumbuhnya Ruh Kebangsaan dan Nasionalisme
1. Politik Etis
Politik Etis adalah
kebijakan baru yang di buat oleh Ratu Wilhelmina selaku Ratu Belanda untuk
meningkatkan kesejahteraan yang pernah mengalami penurunan pada abad ke 20.
Semua itu di picu oleh berubahnya sistem administrasi tradisional menjadi
administrasi modern yang mana pemerintahan mengambil alih sistem pemimpin
pribumi ke sistem birokrasi kolonial untuk mengambil posisi penting dari
pemimpin daerah ke tangan Belanda. Namun mendapatkan kritikan yang menyatakan
bahawa pemerintahannya telah mengeksploitasi wilayah jajahan untuk membangun
negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar.
Awal abad 20, era
Politik Etis di pimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Indenburg yang kemudian menjadi Gubernur
Jendral Hindia Belanda ( 1909-1916 ). Politik Etis memiliki 3 program yaitu,
irigasi, edukasi, dan trasmigrasi yang membawa pengaruh besar terhadap
perubahan arah kebijakan politik Negeri Belanda atas Negara jajahannya. Serta
munculnya symbol baru yaitu “kemajuan”. Zaman kemajuan ditandai dengan
bergeraknya kaum wanita yang di pelopori R.A Kartini yang merupakan inspirasi
bagi kaum etis pada saat itu.
Semangat era etis
adalah kemajuan menuju moderanitas dengan adanya pendidikan gaya barat yang
membuka peluangbagi mobilitas social masyarakat di tanah Hindia/Indonesia.
Pengaruhnya, muncul sekelompok kecil intelektual bumiputra (“priyayi baru”)
atas kesadaran bahwa rakyat bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa lain
untuk mencapai kemajuan. Para kaum muda terpelajar inilah yang kemudian
membentuk kesadaran “nasional” sebagai bumiputra di Hindia, dan bergerak
bersama “bangsa-bangsa” lain dalam garis waktu yang tidak terhingga menuju
moderanitas. Pemerintah colonial Belanda juga membentuk Volksraad (Dewan
Rakyat) yang sejumlah tokoh Indonesia bergabung di dalalmnya.
2. Pers Membawa Kemajuan
Awal abad ke 20, para
priyayi baru menuangkan gagasannya melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu
perubahan yang di populerkan yaitu terkait dengan peningkatan status social
rakyat bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang siosial, ekonomi, budaya dan
politik. Pada dekade itu ditandai dengan jumlah penerbitan surat kabar berbahas
melayu yang mengalami peningkatan. Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia
pers saat itu adalah orang Indo seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang
Hindia, E.F Wigger dari Bintang Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi.
Penertib Tionghoa yang menjadikan pertumbuhan surat kabar berkembang pesat. R.
Tirtodanudja dan R. Mohammad Jusuf. Keduanya adalah redaktur sinar Djawa, yang
dituliskan Honh Thaji Kwee Khaij Khee.
Ketua majalah bulanan insulinde adalah Dja Endar Muda, seorang
wartawan keturunan Tapanuli yang telah menerbitkan surat kabar Pertja Barat dan
majalah bulanan berbahasa Batak, Tapian Nauli. Majalah itulah yang pertama
memperkenalkan slogan “kemajuan” dan “Zaman Maju”.
Majalah itu tidak saja
memuat artikel tentang bangsa Hindia Belanda, akan tetapi juga memuat tentang
berita Asia dan Eropa.
Beberapa surat kabar
yang kemudian membawa kemajuan bagi kalangan peribumi yaitu Medan Prijaji
(1909-1917) dan juga terbitan wanita pertama yang terbit berkala yaitu Poetri
Hindia (1908-1913). Editornya adalah R.M. Tirtoadisurya memuat tentang
tulisannya, bahwa untuk memperbaiki status dagang “pedagang bangsa islam”,
perlu ada organisasi yang anggota-anggotanya terdiri atas para pedagang
sehingga “orang kecil tidak bias dikalahkan karena mereka bersatu”. Ia di kenal
sebagai pendiri sarekat dagang islamijah atau lebih di kenal dengan SDI (
syarekat dagang islam).
Pada perkembangannya
SDI mengubah dirinya menjadi SI (Syarekat Islam) dengan pemimpin HJ.
Samanhudin. Sementara itu anak-anak muda berpendidikan barat di Padang
menerbitkan majalah perempuan Soeara Perempuan (1918) dengan semboyan Vrijheid
yang berarti kemerdekaan bagi anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa
hamabatan adat yang mengekang. Pers Bumiputra mempunyai fungsi untuk mobilisasi
pergerakan nasional pada saat itu. Sinar Djawa memuat tentang perlunya rakyat
kecil untuk terus menunutut ilmu setinggi mungkin. Memuat dua hal penting, yaitu
tentang “bangsawan usul” (keluarga raja-raja) dan “bangsawan pikiran” (
memiliki gelar).
Surat kabar yang paling
mendapat perhatian pemerintah colonial saat itu adalah De Express yang memuat
berita-berita propaganda ide-ide radikal dan kritis terhadap system pemerintah
colonial. Puncaknya didirikan Comite tot Herdenking van Nederlands
Honderdjarige Vrijheid yang di sebut Komite Boemipoetera (1913). Tujuannya
untuk mengumpulkan dana dari rakyat untuk mendukung perayaan kemerdekaan
Belanda dan mengkritik tindakan pemerintahan colonial yang merayakan
kemerdekaannya di tanah jajahan dengan mencari dana dukungan dari rakyat.
Kritik tajam yang
terdapat di brosur yang berjudul Als Ik Eens Nederlans Was. Pemerintahan
kolonil menilai tulisan itu dengan menghasut rakyat untuk melawan pemerintah.
Seorang jurnalis bumiputra yang gigih memperjuangkan kebebasan pers di kenal
denga nama Semaun. Ia mengkritik beberapa kebijakan colonial melalui Sinar
Hindia. Kritikannya mengenaia Haatzaai Artiklen, yang menurutnya sebagai
saranan untuk membungkam rakyat dan melindungu kekuasaan colonial dan kapitalis
asing.
3. Modernisme dan Reformasi Islam
Semangat kebangkitan
juga didorong oleh gerakan modernis Islam. Semangat
modernisme itu berlandaskan pada pencarian nilai-nilai yang mengarah pada kemajuan
dan pengetahuan. Modernisme di artikan sebagai cara berpikir dengan peradaban
barat, dengan merujuk upaya mengejar ketertinggalan mendasar etnik kepada agama
Islam.
Gerakan reformasi Islam
telah di rintis sumatera barat pada abat ke-19 yang berlanjut ke Jawa dan
berbagai daerah lainnya. Pada abad ke-19 gerakan itu menekankan pada, gerakan
salafi melawan kaum adat pada abad ke-20 menekankan pada pencarian etnik
modernitas, untuk melawan tradisionalisme dan kemunduran umat Islam. Pada awal
abad ke-20, empat ulama muda Minangkabau kembali dari menuntut ilmu di Mekah.
Mereka adalah :
·
Syeikh Muhammad Taher
Jamaludin (1900)
·
Syeikh
Muhammad
Jamil Jambek (1903)
·
Haji. Abdul Karim
Amrullah (1906)
·
Haji. Abdullah Achmad (
1899)
Mereka
ber-empat menyebarkan Gerakan pembaharuan dengan menggunakan majalah al-imam,
untuk keluar dari Minangkabau. Di samping itu al-imam memuat ajaran agama dan
peristiwa penting di dunia.
Hj.
Abdullah Achmad yang mendirikan majalah al-munir pada tahun 1909 untuk
menyebarkan agama Islam yang di anggap sesungguhnya. Haji. Abdul Kamrim
Amrullah mulai menumbuhkan kesadaran akan perlunya perubahan metode pengajaran
dan system pendidikan tradisional menjadi lebih modern. Sementara itu berdiri
pula sekolah dinniyah di padang pada tahun 1915.
B. Menganalisis Perjuangan Organisasi Pergerakan Kebangsaan
1. Organisasi Awal Pergerakan
Pada
awal abad ke-20, di Nusantara muncul berbagai kelompok dan organisasi yang
memliliki konsep nasionalisme, seperti Sarekat Dagang Islam, Budi Utomo, Jong
Java, Jong Cabeles, Jong Minahasan, Jong Sumatranen Bond, dan lainnya.
Munculnya organisasi-organisasi itu mendanai fase perubahan perlawanan fisik
kedaerahan menjadi perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda.
a.
a. Budi
Utomo
Organisasi Budi Utomo
(BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia
dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr.
Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya
membentuk Studiefounds.
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna
memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu
melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu
melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo adalah memajukan
pengajaran dan kebudayaan.
Pemerintah
Hindia Belanda mengakui BU sebagai organisasi yang sah pada Desember 1909.
Dukungan dari Pemerintah Hindia Belanda ini tidak lain sebagai bagian dari
pelaksanaan Politik Etis. BU mulai kehilangan wibawanya pada tahun 1935,
organisasi itu bergabung dengan organisasi lain menjadi Partai Indonesia Raya
(Parindra). Keberadaan BO memberikan inspirasi untuk organisasi-organisasi
modern lainnya, seperti Jong Sumatra, Jong Ambon, Sedio Tomo, Muhammadiyah, dan
lain-lain.
b. b. Serekat
Islam
Pada
mulanya SI lahir karena adanya dorongan dari R.M. Tirtoadisuryo seorang
bangsawan, wartawan, dan pedagang dari Solo. Tahun 1909, ia mendirikan
perkumpulan dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan itu
bertujuan untuk memberikan bantuan pada para pedagang pribumi agar dapat
bersaing dengan pedagang Cina. Kegelisahan Tirtoadisuryo itu diutarakan pada H.
Samanhudi. Atas dorongan itu H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di
Solo (1911). Pada mulanya SI bertujuan untuk kesejahteraan sosial dan persamaan
sosial. Mula-mula SI merupakan gerakan sosial ekonomi tanpa menghiraukan
masalah kolonialisme. Jelaslah bahwa tujuan utama SDI adalah melindungi
kegiatan ekonomi pedagang Islam agar dapat terus bersaing dengan pengusaha
Cina. Agama Islam digunakan sebagai faktor pengikat dan penyatu kekuatan
pedagang Islam yang saat itu juga mendapat tekanan dan kurang diperhatikan dari
pemerintah kolonial. SDI selanjutnya dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto.
Cokroaminoto dikenal sebagai seorang orator yang cakap dan bijak, kemampuannya
berorator itu memikat anggota-anggotanya. Di bawah kepemimpinannya diletakkan
dasar-dasar baru yang bertujuan untuk memajukan semangat dagang bangsa
Indonesia. SDI kemudian berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun
1913.
Pada kongres SI yang
pertama, tanggal 26 Januari 1913, dalam pidatonya di Kebun Bintang Surabaya, ia
menegaskan bahwa tujuan SI adalah menghidupkan jiwa dagang bangsa Indonesia,
memperkuat ekonomi pribumi agar mampu bersaing dengan bangsa asing.
Ketika pemerintah
kolonial mengijinkan berdirinya partai politik, SI yang semula merupakan
organisasi nonpolitik berubah menjadi partai politik. SI mengirimkan wakilnya
dalam Volksraad(Dewan Rakyat) dan memegang peran penting dalam Radicale
Concentratie,yaitu gabungan perkumpulan yang bersifat radikal. SI juga aktif
mengorganisasi perkumpulan buruh. Dalam suatu pembukaan rapat Volksraadmasih
terekam dalam ingatan bersama kaum terpelajar bumiputera tentang Janji November
(November Beloofte).
Aktivitas
SI yang lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian anggotanya.
Mereka menginginkan SI lebih banyak memperhatikan masalah-masalah keagamaan.
Dalam kondisi itu, SI memutuskan untuik bekerja sama dengan pemerintahan
kolonial dan berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam. Sehubungan dengan
semakin luasnyasemangat persatuan setelah Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah
menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) pad tahun 1930 dengan ketuanya
Haji Agus Salim.
c.
Indische
Partij (IP)
Indische
Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. organisasi ini juga
dimaksudkan sebagai pengganti organisasi Indische Bond, sebagai organisasi kaum
Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh
pendiri Indische Partij dikenal sebagai tiga serangkai, yaitu E.F.E Douwes
Dekker(Danudirja Setiabudhi), Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryadiningrat( Ki
Hajar Dewantara). Indische Partij, yang berdasarkan golongan Indo yang makmur,
merupakan partai pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.
Partai
ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial Hindia
Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, penolakan dikeluarkan oleh
Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan.
Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh pemerintah
kolonial saat itu dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak
dalam sebuah kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Pada
tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian
besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi
Poetra.
2. Organisasi Keagamaan
a. Muhammadiyah
Keberadaan organisasi
BU telah memberikan inspirasi kepada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah
orgaisasi yang bersifat modern bernama Muhammadiyah. Organisasi yang didirikan
Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, bercirikan organisasi sosial, pendidikan,
dan keagamaan. Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah adalah memurnikan
ajaran Islam. Islam seharusnya bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis.
Tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yang baik dan
mencegah hal yang jelek.
b. Nahdlatul
Ulama (NU)
Pembaruan Islam yang
dilakukan di kota-kota mendorong kaum tua yang ingin mempertahankan tradisi
mereka untuk mendirikan organisasi. Reaksi positif dari golongan
tradisionalisme adalah lahirnya organisasi di kalangan mereka. Saat itu
kebetulan bertepatan dengan akan dilakukannya Kongres Islam sedunia (1926), di
Hijaz. Para ulama terkemuka saat itu kemudian membentuk lembaga yang bernama
Jam’iyatul Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai
pendiri organisasi ini adalah Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama
lainnya. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam’ah. Tujuan
organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan.
c. Organisasi
Islam Lainnya
·
Al-Irsyad, didirikan
oleh Syekh Ahmad Surkati
·
Sumatra Thawalib,
didirikan oleh kalangan pemuda Sumatra Barat
·
Persatuan Tarbiyah
Islamiyah, didirikan oleh ulama-ulama di Sumatera Barat
·
Persatuan Islam
(PERSIS) di Bandung
d. Majelis
Islam Ala Indonesia (MIAI)
MIAI
merupakan gabungan dari organisasi politik dan beberapa organisasi massa yang
bersifat moderat terhadap Belanda. Golongan Muslim yang tergabung dalam
organisasi memilih sikap nonkooperasi terhadap pemerintahan kolonial. Saat
Jepang berkuasa, organisasi ini mendapat kelonggaran menjalankan aktivitasnya,
sementara aktivitas organisasi yang lain dilarang. Karena MIAI dipandang
sebagai organisasi yang anti barat. Suatu ketika seluruh pemuka agama diundang
oleh Gunsikan, Mayor Jenderal Okazaki ke Jakarta.
3. Organisasi Pemuda
Pada
kalangan pemuda berkembang berbagai gerakan untuk membebaskan tanah air dari penjajahan.
Tri Koro Dharmo, didirikan di Jakarta pada 7 Maret 1915. Organisasi itu
didirikan di Gedung
Kebangkitan Nasional dengan ketua dr. Satiman Wiryosanjoyo.
Pemuda Sumatera juga
mendirikan persatuan pemuda Sumatera yang dikenal dengan Jong Sumatera Bond.
Organisasi itu dirikan pada 1917, di Jakarta. Persatuan itu bertujuan untuk
memperkukuh hubungan antarpelajar yang berasal dari Sumatera. juga menumbuhkan
kesadaran di antara anggotanya, dan membangkitkan kesenian Sumatera. Tokohnya
adalah Moh. Hatta dan Moh. Yamin.
4. Organisasi Wanita
Pada tahun 1912,
berdiri organisasi Putri Mardika di Jakarta. Organisasi itu bertujuan untuk
membantu bimbingan dan penerangan pada gadis bumiputera dalam menuntut
pelajaran dan mengemukakan pendapat dimuka umum, serta memperbaiki hidup wanita
sebagai manusia yang mulia.
Beberapa tokoh yang
pernah duduk dalam kepengurusan Putri Mardika, yaitu Sabaruddin, R.A Sutinah,
Joyo Pranoto, Rr. Rukmini, dan Sadikun Tondokusumo.
Kartini Fonds,
didirikan atas usaha Ny. C. Th. Van Deventer, seorang penasehat Politik Etis.
Perkumpulan itu didirikan pada 1912 dengan tujuan untuk mendirikan sekolah
Kartini. Pada tahun 1913- 1915 berdiri berbagai organisasi wanita, terutama di
Jawa dan Minangkabau.
Seiring
meningkatnya pendidikan pada kaum perempuan, semakin meningkat pula
perkumpulan-perkumpulan wanita. Mereka tidak saja bergerak dalam bidang
pendidikan, tetapi juga di bidang sosial.
5. Partai Komunis Indonesia
Partai
ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914,
dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau Persatuan
Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri
atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh
Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia
Belanda
Pada
Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda,
"Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada
saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu,
ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga
orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan
cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan
Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan
yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV
memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial
Hindia.
Pada
1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara
Merdeka".
Di
bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober seperti yang
terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan
pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang ditempatkan di
Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu tiga
bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara
dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di
Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial
menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim
kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan
militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
ISDV
terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat.
Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan
pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai
berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.
6. Perhimpunan Indonesia: Manifesto Politik
Pada
awal abad ke-20, para pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan
organisasi yang bernama Indische Vereniging(1908), yaitu perkumpulan Hindia,
yang beranggotakan orang-orang Hindia, Cina dan Belanda. Organisasi itu
didirikan oleh R.M Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein
Jajadiningrat. Organisasi itu juga menerbitkan majalah yang diberi nama Hindia
Putera.
PI
menjadi organisasi politik yang semakin disegani karena pengaruh Moh. Hatta. Di
bawah pimpinan Hatta, PI berkembang dengan pesat dan merangsang para mahasiswa
yang ada di Belanda untuk terus memikirkan kemerdekaan tanah airnya.
Aktivitas
politik PI tidak saja dilakukan di Belanda dan Indonesia, juga dilakukan secara
internasional. Mahasiswa secara teratur melakukan diskusi dan melakukan kritik
terhadap pemerintah Belanda. PI juga menuntut kemerdekaan Indonesia dengan
segera. Dengan demikian jelaslah bahwa Perhimpunan Indonesia merupakan
manifesto politik pergerakan Indonesia.
7. Taman Siswa
Azas
Taman Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut
wuri Hkamuyani”. Artinya,
“guru di depan harus memberi contoh atau teladan, di tengah harus bisa menjalin
kerjasama, dan di belakang harus memberi motivasi atau dorongan kepada para
siswanya.” Azas ini masih relevan dan penting dalam dunia pendidikan.
8. Organisasi Buruh
Pada bulan Agustus 1918, Suryopranoto membentuk gerakan kaum
buruh bernama Prawiro Pandojo ing Joedoatau Arbeidsleger (tentara buruh) yang
merupakan cabang dari Adhi Dharma. Organisasi ini didirikan sebagai dampak dari
terjadinya aksi perlawanan kaum buruh pabrik gula di Padokan (sekarang pabrik
gula Madukismo), Bantul, Yogyakarta. Bulan November 1918, Suryopranoto
mendeklarasikan berdirinya Personeel
Fabriek Bond (PFB) yang beranggotakan buruh tetap, Perkumpulan
Tani dan koperasi yang kemudian lazim disebut sebagai Sarekat Tani dengan
anggota kuli kencengatau pemilik tanah yang disewa pabrik, serta Perserikatan
Kaoem Boeroeh Oemoem (PKBO) yang beranggotakan buruh musiman. PFB didirikan
untuk membela kepentingan kaum buruh yang terus mengalami penindasan.
C. Menganalisis Proses Penguatan Jati Diri Bangsa
1. Menuju Sumpah Pemuda
a. Gerakan
Sumpah Pemuda
Tujuh tahun setelah didirikannya
Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kepulauan.
Perubahan pesat dan radikal dari organisasi-organisasi pemuda saat itu semakin
meluas untuk mencapai cita-cita persatuan. Maka pada 30 April – 2 Mei
1926, diadakannya rapat besar pemuda di Jakarta, yang kemudian dikenal
dengan Kongres Pemuda Pertama. Kongres itu diketuai oleh M.
Tabrani.
Keputusan mendasar dari
Kongres Pemuda I adalah kongres mengakui dan menerima cita-cita persatuan
Indonesia. Meskipun belum dinyatakan dengan jelas. Sebagai tindaklanjut dari
kongres itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong
Batas, Sekar Rukun, Vereeniging voor Ambonsche Studeerenden dan Komite Kongres
Pemuda I mengadakan pertemuan, pada 15 Agustus 1926.
Sementara itu untuk menghapus penjajahan
yang merugikan rakyat Indonesia dibentuklah Perhimpunan Pelajar-Pelajar di
Indonesia (PPPI) di Jakarta, September 1926. PPPI bertujuan untuk
memperjuangkan Indonesia merdeka. Aktivitas PPPI meliputi gerakan pemuda,
sosial, dan politik. Ketua perkumpulan itu Soegondo Djojopoepito, tokoh-tokoh
lainnya adalah Muh. Yamin, Abdullah Sigit, Suwiryo, Sumitro Reksodiputro, A.K.
Gani, Tamzil, Sunarko, Amir Syarifuddin, dan Sumanang. Perhimpunan itu sering berkumpul
di Indonesische Clubgebouwyang terletak di Jl. Kramat No 106, Weltevreden.
Mereka mempunyai hubungan antaranggota yang sangat dekat dan tidak formal.
Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II
dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw. Saat itu kongres dihadir
sekitar 1000 orang. Dalam kesempatan itu Muh. Yamin menyampaikan pidatonya
dengan judul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”. Pada hari kedua
kongres dibicarakan tentang masalah-masalah pendidikan, pembicara saat itu
antara lain Ki Hadjar Dewantara, S. Mangoensarkoro, Djokosarwono, Ramelan, Mr.
Soenario, dan Poernomowoelan.
Keputusan pemuda-pemudi itu kemudian dikenal
dengan Sumpah Pemuda, pada saat itu pula dikumandangkannya lagu Indonesia Raya
ciptaan Wage Rudolf Supratman dan bendera Merah Putih digunakan sebagai bendera
Pusaka Bangsa Indonesia.
Peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 itu
merupakan puncak pergerakan nasional. Karena itulah kita memperingatinya
sebagai peristiwa bersejarah yang diperingati setiap tahun hingga saat ini
sebagai hari besar nasional.
2. Bangkitnya Nasionalisme Modern
Sebagai
seorang terpelajar Sukarno, muncul sebagai seorang pemuda cerdas yang memimpin
pergerakan nasional baru. Ia mendirikan partai dengan nama Partai Nasional
Indonesia (4 Juli 1927). Partai itu bersifat revolusioner, sebelumnya partai
itu bernama klub studi umum. Sukarno memimpin partai itu hingga Desember 1929.
Jumlah anggotanya hingga saat itu mencapai 1000 orang.
Sukarno
juga turut serta memprakarsai berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 1927. Pada 28 Oktober 1928 organisasi
ini ikut menyatakan ikrar tentang tanah air yang satu, berbangsa satu, dan
berbahasa satu, yaitu Indonesia.
Sementara itu Partai Nasional Indonesia (PNI) terus mendapat
tekanan dari Belanda. Sukarno sebagai pimpinan PNI karena aksi-aksi yang dengan
radikal terhadap pemerintah Belanda, akhirnya ditangkap dan diadili. Menjelang
vonis pengadilan dijatuhkan, Sukarno sempat mengucapkan pidato pembelaan untuk
membakar semangat para pejuang. Pidato pembelaan itulah yang kemudian dibukukan
dengan judul: “Indonesia Menggugat”. Putusan pengadilan akhirnya menjatuhkan
hukuman kurungan kepada Sukarno.Selama Sukarno menjalani masa penahanannya PNI
pecah menjadi dua, Partai Indonesia (Pertindo) dan Pendidikan Nasional
Indonesia atau PNI Baru. Sukarno masuk dalam Partai Indonesia dan PNI Baru
dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sjahrir.
Sukarno dengan ide-ide nasionalisme itu memang terus
diawasi. Selepas dari Penjara Sukamiskin kemudian diasingkan ke Ende, Flores ,
Nusa Tenggara Timur. Ia ditempatkan di sebuah rumah (konon rumah ini milik Haji
Abdullah). Bersama keluarganya, Sukarno selama empat tahun (1934-1938)
diisolasi dijauhkan dari dinamika perjuangan kebangsaan.
Sementara Sukarno dan beberapa tokoh lain ditahan,
organisasi pergearkan untuk menentang Belanda terus berjalan. Kelompok yang
beraliran Marxis mendirikan Gerakan Rakjat Indonesia (Gerindo) di bawah
kepemimpinan Amir Sjarifuddin dan A.K. Gani. Partai ini cenderung menampakkan
faham fasisme internasional.Sementara Sukarno dan beberapa tokoh lain ditahan,
organisasi pergearkan untuk menentang Belanda terus berjalan.Sementara itu
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) didirikan pada tahun 1939. Tokoh pendiri GAPI
adalah Muhammad Husni Thamrin. Dalam gabungan itu, Gerindo berada dalam satu
arah dengan Parindra yang dipimpin oleh Thamrindan sebelumnya oleh Sutomo.
Parindra adalah partai politik Indonesia yang paling berpengaruh di Hindia,
karena keberhasilannya dalam pemilihan di volksraad. Thamrin kemudian memimpin
front Indonesia bersatu di dalam Volksraad yang disebut Fraksi Nasional.
3. Perjuangan di Volksraad
Pada
akhir tahun 1929, pimpinan PNI ditangkap. Untuk melanjutkan perjuangan maka
dibentuklah fraksi baru dalam volksraadyang bernama Fraksi Nasional, pada
Januari 1930 di Jakarta. Fraksi itu diketua oleh Muhammad Husni Tramrin yang
beranggotakan sepuluh orang yang berasal dari Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Tujuan organisasi itu adalah menjamin kemerdekaan Indonesia dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
a.
Partai Indonesia Raya
(Parindra)
Partai Indonesia Raya didirikan di Solo pada Desember 1935.
Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi yaitu BU dan
PBI. Sebagai ketuanya dipilih dr. Sutomo. Tujuan partai adalah mencapai
Indonesia Raya dan mulia yang hakekatnya mencapai Indonesia merdeka.
Di Jawa anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka
kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain masuk kaum Betawi, Serikat
Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi
Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang
lainnya I.J.Kasimo.dr. Sam Ratulangi,
Datuk Tumenggung, Kwo Kwat tiong, dan Alatas.
b.
Gabungan Politik Indonesia
(GAPI)
Kegagalan Petisi
Sutardjo mendorong gagasan untuk menggabungan organisasi politik dalam suatu
bentuk federasi. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) itu diketuai oleh Muh. Husni
Thamrin. Pimpinan lainnya adalah Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno
Tjokrosuyoso. Alasan lain dibentuknya GAPI adalah adanya situasi internasional
akibat meningkatnya pengaruh fasisme. Kemenangan dan kemajuan yang diperoleh
negara fasis yaitu,
Jepang, Jerman,
Italia tidak menggembirakan Indonesia. Karena itu pers Indonesia menyerukan
untuk menyusun kembali baris dalam suatu wadah persatuan berupa “konsentrasi
nasional”.
Pada 21 Mei 1939, dalam rapat pendirian konsentrasi nasional di
Jakarta berhasil didirikan suatu organisasi yang merupakan kerjasama partai
politik nasional di Jakarta yang diberi nama Gabungan Partai Politik Indonesia
(GAPI).
Untuk mencapai tujuannya GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia
(KRI). Pada Agustus 1940, saat negeri Belanda dikuasai Jerman dan Indonesia
dinyatakan dalam darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut
diadakannya perubahan ketatanegaraan di Indonesia dengan menggunakan hukum tata
negara dalam masa genting.
Pada 14 September 1940 dibentuk Commissietot besudeering van
staatsrechtelijke Hervormigen. Komisi itu dikenal dengan komisi Visman, karena
diketuai oleh D. Visman.
Pertemuan wakil GAPI dengan komisi Visman pada 14 Februari 1941
di Gedung Raad van Indie, di Jakarta tidak menghasilkan hal baru. Pertemuan itu
hanya menambahkan kekecewaan pada kalangan pergerakan sehingga ada anggapan
GAPI tidak radikal lagi.
4. Masa Berakhirnya Pemerintahan Kolonial
Menjelang
berakhirnya masa pemerintahan kolonial, berbagai bentuk pergerakan nasional
dapat dikontrol oleh pemerintah kolonial. Masuknya bumiputera sebagai anggota
Volksraad bukan berarti kaum bumiputera diberi hak penuh untuk menyarakan
pendapatnya dalan Volksraad.
Selama masa 1920-an, Politik Etis mulai kehilangan
prinsip-prinsip asosiasinya. Politik Etis kemudian dipandang sebagai tugas
kemakmuran yang tetap berjalan dalam pengamanan masyarakat Indonesia. Pada
akhir 1920-an, pergerakan yang dilakukan kaum terpelajar mengarah pada
nasionalisme sebagai arahan politiknya. Berbeda dengan bentuk-bentuk pergerakan
lama yang didasari pada ideologi Pan-islamisme dan komunisme. Hal itu terlihat
pada gerakan-gerakan mereka di bidang sosial dan ekonomi. Pada 1930-an
pikiran-pikiran asosiasi dilahirkan kembali seperti yang disebut dengan Gerakan
Stuw yang dilakukan oleh pegawai-pegawai kolonial yang progresif dan berusia
muda, hal itu tidak juga memperbaiki kemerosotan rencana-rencana pemerintah
kolonial, sampai akhirnya datangnya Jepang.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
saat itu para pelajar dan pemuda terdidik itu mempunyai pandangan dengan cara
tersendiri terhadap dunia mereka. Cara pandangan baru itulah yang membuka
wawasan dan politik modern yang menjadi cikal bakal pergerakan bangsa dan
tumbuhnya nasionalisme saat itu. Hal itu ditandai dengan munculnya berbagai
organisasi pergerakan baik lokal maupun nasional. Berbagai organisasi itu
misalnya Sarekat Prijaji, Sarekat Dagang Islam, dan National-Indische Partij,
di Jawa ada organisasi pemuda Budi Utomo, Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong
Java. Munculnya organisasi pemuda itu mendorong pemuda-pemuda dari suku bangsa
lain itu juga mendirikan organisasi kepemudaan seperti Jong Sumatranen Bond,
Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Minahasa.
B. Saran
Kita sebagai
generasi muda harus mempunyai semangat yang tinggi seperti pemuda-pemuda pada
zaman Belanda, yaitu semangat dalam belajar. Kita juga tidak boleh melupakan
perjuangan mereka, kita bisa memperingati peristiwa sumpah pemuda setiap
tanggal 28 oktober untuk menghormati perjuangan para pemuda pada zaman dulu.
Sehingga kita dapat membangun jati diri bangsa Indonesia.
Posting Komentar